
www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id. SURABAYA—Pakar pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) turut menyoroti kebijakan pengiriman siswa yang terlibat ‘kenakalan remaja’ ke barak militer, seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Menurut wakil rektor bidang pendidikan, kemahasiswaan, dan alumni Unesa itu, pendidikan di barak militer bukanlah tujuan, tetapi sebagai sarana atau ‘alat’ untuk menumbuhkan dan memperkuat karakter anak, misalnya agar disiplin dan bertanggung jawab.
“Pendidikan barak militer ini sifatnya komplemen, bukan pendidikan utama, karena yang utama tetap di rumah dan sekolah,” ujar dosen Fakultas Vokasi Unesa itu saat memberikan komentarnya di salah satu stasiun televisi pada Selasa, 6 Mei 2025 lalu.
Dengan kata lain, penerapan pendidikan karakter di sekolah dan di lingkungan keluarga jika belum mampu menumbuhkan karakter siswa, maka dibutuhkan suplemen atau penguat salah satunya pendidikan ala militer atau ala pesantren.
Kebijakan ini, lanjutnya, bukan hal yang baru di Indonesia. Sebab, banyak sekolah yang melibatkan militer dalam penguatan pendidikan karakter, misalnya ada program latihan dasar kepemimpinan siswa atau LDKS dan sejenisnya.
“Hanya problemnya saat itu siswa tidak dilabelin atau distigma dengan istilah anak nakal. Pendidikan militer tidak ada masalah, tidak untuk anak nakal saja, tetapi anak yang ingin menumbuhkan jiwa korsa, disiplin, dan sebagainya juga bisa,” bebernya.
Apakah ini melanggar sistem pendidikan nasional? Menurutnya, dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 ada yang namanya pendidikan khusus atau pendidikan alternatif, yang diorientasikan untuk anak-anak yang punya masalah khusus.
Anak dengan masalah khusus di sini seperti anak jalanan, anak nakal, anak inklusi dan sebagainya. Artinya, dalam sistem pendidikan nasional ada ruang untuk memberikan suplemen pendidikan karakter kepada anak-anak.
Karena ini pendidikan khusus, diperlukan adanya asesmen permasalahan dan kebutuhan anak, karena tidak semua anak bisa cocok dengan satu pendekatan pendidikan.
Tugas yang melakukan asesmen ini yaitu dari pihak sekolah bersama tim pemerintah daerah, bisa dinas pendidikan dan dinas pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana atau DP3AKB.
Martadi menekankan bahwa pendidikan ala militer tidak serta merta langsung mengubah karakter anak, karena itu aspek keberlanjutannya juga perlu diperhatikan baik-baik. Misalnya, apa yang harus dilakukan orang tua, dan sekolah, setelah anak menyelesaikan pendidikan ala militer.
Lalu, program yang baik seperti ini juga perlu dipertimbangkan momentumnya, misalnya program ini dilakukan untuk mengisi hari libur anak, dan anak-anak tidak distereotip nakal, karena itu bagian dari pendidikan kedisiplinan, pendidikan mental atau karakter bagi anak. []
***
Reporter: Tim Humas Unesa
Sumber: [FULL] Kupas Tuntas Dampak Barak Militer Ala Dedi Mulyadi, Hak Pendidikan Anak Hilang?
Foto: Tim Humas Unesa
Share It On: