
www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id. SURABAYA—Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Budiyanto menyampaikan beberapa rekomendasi dalam Forum Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa, 6 Mei 2025 di Gedung Nusantara, Jakarta.
Pada kegiatan tersebut, Budiyanto berbicara seputar evaluasi pelaksanaan pendidikan dan isu-isu strategis dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) melalui berbagai kajian konseptual dan empirik seputar penerapan wajib belajar 13 tahun serta dampaknya terhadap sistem pendidikan nasional.
“Bahwa dengan asumsi pendidikan dasar (SD dan SMP) berlangsung selama 9 tahun dan pendidikan menengah (SMA/SMK) selama 3 tahun, maka jenjang PAUD wajib ditempuh selama 1 tahun,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya optimalisasi perkembangan alami anak dalam kurikulum PAUD, mengingat usia dini merupakan masa emas yang tidak dapat diulang atau digantikan. Kurikulum PAUD harus mencakup pengembangan kognitif, fisik, sosial-emosi, bahasa, seni, dan literasi-numerasi awal.
Lebih lanjut dalam paparannya, ia menilai bahwa penerapan wajib belajar 13 tahun tidak serta-merta menuntut perubahan kurikulum PAUD.
Justru yang diperlukan adalah format afirmasi, yakni pengakuan resmi bahwa anak yang telah menempuh pendidikan di TK/RA sekurang-kurangnya satu tahun dianggap telah memenuhi kewajiban wajib belajar PAUD.
“Namun apabila afirmasi ini tidak memungkinkan secara regulatif maupun etis, maka penyesuaian kurikulum perlu tetap mengutamakan pendekatan berbasis bermain dan eksplorasi sesuai fitrah anak,” ungkapnya.

www.unesa.ac.id
Terkait indikator keberhasilan program, Kasubdit Pusat Unggulan Iptek Disabilitas Unesa itu merekomendasikan adaptasi Early Childhood Development Index (ECDI 2030) yang dikembangkan UNICEF, yang mencakup literasi-numerasi awal, kompetensi sosial-emosional, perkembangan fisik, serta perkembangan mental anak.
Ia juga menyoroti tantangan schoolification, yakni kecenderungan PAUD dipengaruhi pendekatan akademik formal. Untuk mengantisipasi hal ini, ia menegaskan pentingnya pendekatan pembelajaran yang holistik dan berpihak pada anak, penguatan identitas profesional pendidik, serta penerapan pedagogi partisipatif.
Selain itu, ia menggarisbawahi perlunya analisis konteks lokal dalam pengembangan kurikulum agar tidak terjebak pada tuntutan hasil akademik semata.
Lebih luas terkait isu pendidikan anak usia dini, dosen pengampu mata kuliah psikologi anak berkebutuhan khusus itu menyampaikan pandangannya terhadap Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Ia menekankan perlunya kebijakan afirmatif yang menjamin hak pendidikan anak usia dini tanpa mengorbankan esensi perkembangan anak.
Optimalisasi dimensi intrakurikuler juga menjadi perhatian, terutama melalui capaian pembelajaran fase fondasi yang menekankan nilai agama, budi pekerti, dan jati diri berbasis kearifan lokal. []
***
Reporter: Puput (FBS)
Editor: @zam*
Foto: Dok Budiyanto, pakar pendidikan Unesa.
Share It On: