Unesa.ac.id. SURABAYA—Anak-anak belajar bahasa tidak hanya untuk berbicara, tetapi juga untuk berpikir dan memahami dunia mereka. Hal itulah yang ditekankan dalam Kuliah Tamu Prodi S-1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada Jumat, 18 April 2025.
PG-PAUD menghadirkan Salma Aulia Khosibah, akademisi dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) sebagai narasumber kuliah tamu daring bertajuk “Learning the Language and Learning through Language in Early Childhood” itu.
Di hadapan peserta mahasiswa PG-PAUD angkatan 2023—2024, dan kelas Rekognisi Pembelajaran Lampau atau RPL Unesa, Salma Aulia Khosibah menekankan bahwa faktor lingkungan menjadi fondasi utama perkembangan bahasa anak.
Lingkungan menyediakan berbagai stimulus dan interaksi yang penting untuk belajar berbahasa. Semakin anak terbiasa mendengar bahasa yang kaya dan beragam, baik dari orang tua, keluarga, teman sebaya, semakin cepat dan baik perkembangan bahasanya.
“Mereka akan mendengar berbagai macam kosakata, struktur kalimat, dan bahkan cara berkomunikasi dari lingkungan sekitarnya. Karena itu ada istilah, lingkungan keluarga adalah kamus bahasa pertama bagi anak,” ucapnya.
Untuk itulah, baik orang tua maupun guru harus memahami kebutuhan perkembangan anak dalam aspek bahasa, dan mendesain lingkungan yang mendorong perkembangan bahasanya.
Ia juga menjelaskan strategi pembelajaran bahasa yang menyenangkan dan bermakna, serta tantangan-tantangan yang sering dihadapi anak usia dini, seperti keterlambatan bicara (speech delay) dan keterlambatan belajar (slow learner).
“Gunakanlah metode pengembangan yang sesuai dengan tahap perkembangan atau kebutuhan anak, seperti metode Montessori yang memberikan ruang eksplorasi luas dan menghargai minat anak,” ujarnya.
Menurutnya, pembelajaran harus bersifat fleksibel dan adaptif karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Pembelajaran yang interaktif, di mana anak terlibat aktif dalam proses belajar, sangat berpengaruh terhadap kemampuan bahasa dan komunikasi mereka. Dalam hal ini, guru dan orang tua berperan sebagai fasilitator, bukan sekadar penilai.
Untuk mengatasi hambatan pembelajaran, pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, memanfaatkan teknologi edukatif interaktif, serta memberikan contoh-contoh kontekstual.
Penggunaan bahasa ibu yang relevan juga dapat membantu anak lebih mudah memahami materi. Selain itu, penting untuk memberi ruang bagi anak untuk belajar melalui eksplorasi dan penemuan sendiri.
“Tugas kita sebagai pendidik bukan hanya mengajarkan kata, tetapi juga menghadirkan makna dari setiap perkataan, lagu, dan cerita yang kita sampaikan. Semuanya adalah benih pemahaman yang akan tumbuh menjadi pemikiran cerdas di masa depan,” jelasnya.
Koordinator Prodi S-1 PG-PAUD, Kartika Rinakit Adhe, dalam sambutannya menuturkan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk membekali mahasiswa dengan pemahaman tentang perkembangan anak dari aspek bahasa.
“Kegiatan ini untuk menambah wawasan, khususnya peserta RPL yang berasal dari Madiun. Kuliah tamu ini juga menjadi wadah untuk meningkatkan keterampilan dalam memahami aspek perkembangan bahasa bagi anak usia dini,” ucapnya.[*]
***
Sumber: FIP Unesa
Editor: @zam*
Foto: Tim FIP Unesa
Share It On: