
Ketua MWA Unesa, Prof. Dr. Haris Supratno dalam program ‘Teladan Kebaikan’ Unesa. Guru besar FBS menyampaikan seputar puasa dan hikmahnya baik secara spritual maupun sosial, juga menyampaikan kisah inspiratif perjalanan hidupnya yang dididik di lingkungan pesantren.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Ramadan akan berlalu dalam hitungan hari lagi. Bulan penuh berkah ini tidak hanya menjadi momentum penguatan ketakwaan kepada Allah SWT, tetapi juga sebagai ‘madrasah’ yang menumbuhkan dan memperkukuh nilai kemanusiaan yang bermanfaat dan berdampak.
Ketua Majelis Wali Amanat (MWA), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Haris Supratno dalam program ‘Teladan Kebaikan’ menuturkan bahwa makna sejati menjadi manusia adalah kebermanfaatannya bagi sesama dan lingkungan sekitar.
Bagi guru besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) itu, puasa harus dimaknai sebagai tempat belajar dan menempa diri untuk mencapai derajat ketakwaan yang setinggi-tingginya. Baik itu ketakwaan dalam bentuk kesalehan spiritual, maupun kesalehan sosial.
“Ibadah yang paling dicintai Allah adalah salat, zikir, dan puasa. Wujud dari kualitas ibadah ini harus berdampak pada perubahan perilaku kebajikan yang bermanfaat bagi sesama. Semakin beribadah, semakin kuat salat dan puasa kita, kepekaan sosial pun harus juga diperkuat,” tandasnya.
Dia mengutip dialog Nabi Musa alaihi salam dengan Allah SWT yang menegaskan bahwa Allah SWT juga mencintai ibadah atau amalan dalam bentuk membantu sesama manusia yang berada dalam kesulitan.
Dialog tersebut menegaskan makna ibadah dalam bentuk perilaku saling membantu sesama. Artinya, ibadah jika dipahami secara luas bermakna tanggung jawab sosial untuk berbuat baik kepada sesama.
“Berbuat baik kepada sesama itu tidak harus menunggu jadi pemimpin, tidak harus menjadi kaya atau berpengaruh, tetapi bisa dilakukan siapa saja di posisi dan perannya masing-masing,” paparnya.
Rektor Unesa periode 2001—2010 itu mengutip Al-Qur’an, Surah Al-Asr Ayat 3 yang artinya, “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
Ayat ini mengajarkan bahwa kebajikan dan sikap saling menasihati adalah bagian dari tanggung jawab setiap muslim dalam kehidupan bermasyarakat.
Dia berharap agar nilai-nilai kemanusiaan dan kebaikan ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, kampus, maupun masyarakat luas.
Dengan demikian, bulan Ramadan tidak hanya menjadi momen untuk meningkatkan kesalehan pribadi, tetapi juga untuk memperkuat kepedulian sosial dan menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi sesama. [*]
***
Reporter: Muhammad Azhar Adi Mas’ud (FBS)
Editor: @zam*
Foto: Tim Humas Unesa
Sumber: YouTube Official Unesa (klik)
Share It On: